http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/09/12/22/97205-menyantuni-anak-yatim
Setiap 10 Muharam atau yang dikenal Asyura, Rasulullah saw mengingatkan umatnya untuk berpuasa. ''Sesungguhnya hari Asyura adalah termasuk hari yang dimuliakan Allah. Barangsiapa yang suka berpuasa, maka berpuasalah'' (Muttafaq 'alaih). Anjuran Rasulullah saw tersebut sering dipandang sebagai wujud penghormatan kepada hari kemerdekaan kaum lemah/dhuafa, khususnya anak yatim. Karena itu, dalam tradisi umat Islam Indonesia, Asyura sering pula disebut sebagai hari raya anak yatim.
Kata yatim berasal dari bahasa Arab berupa fail pelaku, berbentuk tunggal dengan jamaknya yatama atau aitam yang berarti anak (laki/perempuan) yang belum dewasa dan orangtuanya telah meninggal dunia. Karena ketidakmampuan mereka secara fisik dan sosial inilah maka umat Islam sangat dianjurkan untuk menyantuni dan memberdayakan mereka agar kelak mampu dalam menghadapi kehidupan dunia ini.
Menyantuni dan memberdayakan mereka ini penting karena Alquran sendiri mengingatkan hal tersebut sebanyak 22 kali, antara lain, pada surah Al Baqarah (2) ayat 83, 177, 215, 220, An Nisaa' (4) ayat 2, 3, 6, 8, 10, 36, dan 127, Al An'aam (6) ayat 152. Program ini, bagi umat Islam secara keseluruhan adalah wajib, dan bukan terbatas pada hal-hal yang bersifat fisik, seperti harta, tetapi secara umum juga mencakup hal-hal yang bersifat psikis (QS 93:9 dan 107:2). Sedangkan anjuran membela dan menyantuni anak yatim tampak lewat berbagai hadis Rasulullah saw. ''Sering-seringlah mengusap kepala anak yatim,'' kata Nabi yang dijadikan yatim oleh Allah SWT. ''Hiasilah rumahmu dengan (memelihara) anak yatim.''
Dalam menyantuni anak yatim, terutama mereka yang memiliki harta haruslah dengan penuh tanggung jawab dan profesional. Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka) (QS An Nisaa': 10). Juga, Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa ... (QS Al An'aam: 152).
Kendati demikian Alquran juga membolehkan wali miskin memakan harta anak yatim dan tidak membolehkan wali kaya memakannya (QS An Nisaa: 6). Adapun dalam sebuah hadis, Rasulullah saw menjelaskan masalah ini. Pada suatu hari datang seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah saw: ''Ya, Rasulullah, aku ini orang miskin, tapi aku memelihara anak yatim dan hartanya, bolehkah aku makan dari harta anak yatim itu?'' Rasulullah saw menjawab, ''Makanlah dari harta anak yatim sekadar kewajaran, jangan berlebih-lebihan, jangan memubazirkan, jangan hartamu dicampurkan dengan harta anak yatim itu,'' (HR Abu Dawud, an Nasa'i, Ahmad, dan Ibnu Majah dari Abdullah bin Umar bin Khattab).
Berkaca dari pesan Alquran dan Sunah Rasul tersebut, dalam situasi krisis berkepanjang seperti ini, maka menyantuni anak yatim merupakan perbuatan sangat terpuji. Semua itu kita lakukan agar kita terhindar dari ancaman Alquran sebagai pendusta agama (QS al-Maun: 1-3). ahi
http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/09/12/22/97205-menyantuni-anak-yatim
Senin, 27 Februari 2012
SANTUNAN YATIM' FAKIR MISKIN' LANSIA & DHUAFA-2011
SANTUNAN ANAK YATIN'FAKIR MISKIN &KAUM DHUAFA- 17-09- 2009.
Sudah semestinya bagi seorang Muslim memiliki kesadaran untuk saling berbagi, buykankan ini merupakan hal sudah semestinya atau merupakan sikap mulia yang diajarkan agama Islam yang kita anut. Lebih jauh dari itu, pikiran dan naluri manusia sebagai makhluk sosial selalu memiliki respon sikap peduli terhadap segala kekurangan penderitaan yang lain, kekurangan dan keterbatasan yang dirasakan sesama. Ada sisi lain dari bathin kita yang ikut menderita atau merasa bersalah ketika kita memiliki dan merasakan kemudahan hidup dengan berbagai fasilitasnya, sementara di saat yang sama kita tahu, ada di sekitar kita yang hanya memenuhi kebutuhan hidup pokok pun terasa sangatlah sulit.
Setitik cahaya menjadi harapan kita bersama, ketika naluri kesadaran kita tergerak untuk melakukan amal nyata, dengan berbagi terhadap sesama maka kitapun dapat saksikan tidak saja para tokoh dan pemuka agama, para cendikiawan, profesional, mahasiswa, pejabat pemerintah bahkan para pengusahapun saat ini telah semakin menyadari hak orang lain dan ia merasa harus memberikannya kepada yang berhak menerimanya.
Dan kami Pengurus Yayasan Nurusholah Bidang Sosial bersama para donator terketuk hati untuk berpartisipasi untuk secara bersama-sama membantu anak anak Yatim dan duafa saudara kita yang membutuhkan. Semoga ini menjadi amal kebajikan dan merupakan ibadah yang akan memiliki nilai yang sangat mulia dihadapan Allah SWT….Amiin Ya Rabbal Allamin.
Setitik cahaya menjadi harapan kita bersama, ketika naluri kesadaran kita tergerak untuk melakukan amal nyata, dengan berbagi terhadap sesama maka kitapun dapat saksikan tidak saja para tokoh dan pemuka agama, para cendikiawan, profesional, mahasiswa, pejabat pemerintah bahkan para pengusahapun saat ini telah semakin menyadari hak orang lain dan ia merasa harus memberikannya kepada yang berhak menerimanya.
Dan kami Pengurus Yayasan Nurusholah Bidang Sosial bersama para donator terketuk hati untuk berpartisipasi untuk secara bersama-sama membantu anak anak Yatim dan duafa saudara kita yang membutuhkan. Semoga ini menjadi amal kebajikan dan merupakan ibadah yang akan memiliki nilai yang sangat mulia dihadapan Allah SWT….Amiin Ya Rabbal Allamin.
PEMBANGUNAN MASJID NURUSSHOLAH
Sesungguhnya segenap pujian hanyalah milik Allah, kita memuji-Nya, memohon pertolongan, ampunan serta taubat kepada-Nya. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri-diri kita dan dari kejelekan amal perbuatan. Siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, niscaya tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan siapa yang disesatkan Allah maka tidak ada yang dapat memberi petunjuk kepadanya. Aku bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang berhak diibadahi melainkan Allah semata, tidak ada sekutu bagi Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah hamba dan utusan-Nya.
Mudah-mudahan dengan keberadaan Yayasan Samudra Nurussholah ini setidaknya dapat mewarnai dan membentengi sebagian keterpurukan ini, dan kepada semua pihak mari kita bangun kerja sama dan kekuatan untuk membentengi ummat dan mengembalikan mereka kepada fitrah ajaran islam yang murni.//////Pengurs
Sabtu, 18 Februari 2012
MEMURNIKAN HARI RAYA KURBAN
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”
(Q.S Ash-Shaffat [37]: 102)
Setiap tahun sekali kita telah memperingati Hari Raya Kurban, bahkan sudah beribu tahun umat Islam diberbagai belahan dunia telah merayakan Hari Raya Kurban. Tetapi, cobalah kita lihat sejenak, adakah dampak dari Hari Raya Kurban ini melekat di dalam hati setiap jiwa dari kita? Ataukah hanya sebatas rutinitas tahunan saja?
Sebagaimana ibadah haji, Hari Raya Kurban sangat erat kaitannya dengan dengan ajaran-ajaran yang dibawa oleh nabi Ibrahim a.s. Karena kesabaran dan keikhlasannya dalam menghadapi ujian hidup. Itulah juga mengapa beliau diangkat oleh Allah sebagai “kholilullah”, nabi kesayangan Allah. Umat dari tiga agama samawi yang bermukim di Yerusalem seperti; Islam, Nasrani dan Yahudi, kesemuanya mengakui keagungan akhlak beliau dan ajaran serta risalah yang dibawanya. Beliaulah bapak tiga agama monotheisme itu. Bahkan, konon di dalam kitab suci agama Hindu sosok nabi Ibrahim dikenal dengan sebutan nama Brahma. Begitu sentralnya peran nabi Ibrahim dalam mengemban misi ajaran agama tauhid yang begitu agung ini, sehingga kehadiran Rasulullah SAW di pentas bumi inipun tidak lain hanya untuk mengikuti, meneruskan serta memurnikan kembali ajaran dari nabi Ibrahim yang lurus (hanif).
Katakanlah: “Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar; agama Ibrahim yang lurus; dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik.” (Q.S Al-An’aam [6]: 161).
Beberapa pakar telah menduga bahwa “kurban” merupakan sebuah kebudayaan spiritual purba yang telah dikenal lama sejak zaman nenek moyang kita. Dari sederetan kisah sejarah para Nabi dan Rasul, kurban telah dikenal sejak masa peradaban putra Adam a.s. yang bernama Habil dan Qabil. Saat itu manusia telah mengenal kebudayaan bercocok tanam dan beternak. Dikisahkan dari berbagai kitab tafsir bahwa Habil adalah seorang peternak, sedangkan Qabil adalah seorang petani. Mereka membuat persembahan kurban dalam bentuk hasil pertanian dan peternakan. Habil mempersembahkan domba terbaik yang dimilikinya. Sedangkan Qabil mempersembahkan hasil pertanian yang kurang sempurna. Maka, Allah menerima persembahan dari Habil dan menolak persembahan dari Qabil. Dalam hal ini persembahan terbaik dan penuh keikhlasan itulah yang diterima oleh Allah.
Ceriterakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!” Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa.” (Q.S Al Maidah [5]: 27)
Dari sinilah dipetik sebuah pelajaran berharga bahwa sesuatu yang dikurbankan haruslah dalam bentuk yang sempurna, tidak cacat dan disertai keikhlasan. Anak cucu Adam sangat menyadari betapa pentingnya “kurban”, dan mulailah tradisi ini berkembang dari masa ke masa sehingga akhirnya bukan hanya binatang yang dipersembahkan, tetapi juga manusia. Dan juga bukan hanya kepada Allah persembahan itu dilakukan, tetapi juga kepada dewa-dewa yang dipertuhankan.
Sejarah menginformasikan bahwa penduduk suku Maya primitif di Meksiko yang menyembah dewa matahari mempersembahkan jantung dan darah manusia. Mereka berkeyakinan bahwa dewa tersebut terus-menerus bertempur melawan dewa gelap. Demi kesinambungan cahaya, bahkan demi hidup ini, sang dewa harus dibantu dengan darah dan jantung persembahan itu. Peradaban suku-suku Maya primitif di Meksiko tersebut telah difilmkan dengan sangat apik oleh Mel Gibson dengan judul Appocalypto.
Orang-orang Viking, bangsa pelaut yang mendiami Skandinavia, menyembah Odin sebagai dewa perang. Mereka mempersembahkan pemuka agama sebagai kurban untuk dipersembahkan. Kurban tersebut diikat, digantung pada sebuah pohon yang dianggap suci, kemudian ditikam dengan sebilah tombak, dengan tujuan menghapus dosa bagi mereka yang mempersembahkan kurban itu. Di Timur tengah, suku Kan’an yang bermukim di Irak, mengurbankan bayi untuk dewa Ba’al. Begitu juga di Mesir, penduduknya mempersembahkan gadis cantik untuk dewi sungai Nil
Nabi Ibrahim hidup pada abad ke 18 SM, suatu masa ketika terjadi berbagai penyimpangan-penyimpangan ajaran agama yang masih menjadikan manusia sebagai kurban bagi tuhan-tuhan mereka. Di masa inilah tradisi kurban kembali dimurnikan. Ketika Nabi Ibrahim a.s. diperintahkan oleh Allah melalui mimpinya untuk menyembelih putra tercintanya. Sebagai isyarat bahwa jiwa yang paling berharga di sisi seseorang bukanlah sesuatu yang berarti jika Tuhan meminta. Betapa berat ujian yang dihadapi Nabi Ibrahim ini. Keikhlasan disertai kesabaran akan pemenuhan permintaan Tuhan itulah jawabannya. Betapa keikhlasan disini bukanlah sesuatu yang hanya diteorikan semata. Karena tidak ada sesuatu yang bernilai tinggi jika dihadapkan dengan perintah Tuhan. Cinta kepada Allah harus selalu berada di atas segalanya. Inilah puncak ketauhidan sejati. Puncak keimanan hakiki. Sebagaimana apa yang telah dikatakan oleh Ismail yang ketika itu merupakan putra kandung pertama satu-satunya, perkataannya terhadap ayahnya ibrahim telah diabadikan di dalam Alqur’an,
“Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (Q.S Ash-Shaffat [37]: 102).
Tetapi, ini bukan berarti mempertahankan tradisi pengurbanan karena ketika pisau sudah mulai dihunjamkan dan digerakkan untuk menyembelih sang anak, Allah membatalkan dengan mengirim seekor domba sebgai penggantinya. Hal ini karena Tuhan sedemikian kasihnya kepada manusia sehingga kurban berupa manusia tidak diperkenankan. Melalui beliaulah kebiasaan mengorbankan manusia sebagai sesaji atau tumbal dibatalkan oleh Tuhan. Namun, Allah masih memperingatkan kepada kita akan tujuan yang dicapai dari kurban tersebut:
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. (Q.S Al Hajj [22]: 37).
Ketakwaan itu tercermin antara lain ketika sebagian daging kurban diberikan kepada mereka yang membutuhkan. Tidak memandang ras, suku, maupun agama yang berbeda. Karena niatnya harus tulus ikhlas mengharap ridha Allah, bukan niat yang lain-lain. Demikian juga karena rahmat kasih sayang Allah terpancar kepada setiap makhluknya. Baik yang beriman ataupun tidak, semuanya merasakan kasih sayangNya. Amatilah matahari, ketika memancarkan cahayanya, ia tidak membedakan satu makhluk dengan makhluk lainnya. Tidak seorang pun merasa kekurangan cahaya atau kehangatan betapapun besarnya keramaian.
Kurban disyariatkan guna mengingatkan kepada manusia bahwa jalan menuju kebahagiaan membutuhkan pengorbanan. Namun, yang dikurbankan bukanlah manusia, tetapi binatang jantan yang sehat, tidak cacat dan sempurna umurnya. Bukan pula nilai-nilai kemanusiaan yang dikorbankan, melainkan sifat-sifat kebinatangan yang melekat di dalam jiwa manusia itulah yang harus dibunuh. Inilah sekelumit makna lahir dan batin dari Hari Raya Kurban
Akan tetapi, saat ini kemurnian ibadah kurban telah terkikis oleh masa yang berkepanjangan. Terlebih lagi di era modern dewasa ini peristiwa kurban hanya sebatas dikenal sebagai ritual untuk menggugurkan kewajiban bagi orang kaya. Hanya formalitas saja, tidak bermakna lagi. Sebagian dari kita masih ada yang memahami peristiwa kurban baru dari segi lahiriahnya saja. Meskipun sudah berkurban setiap tahunnya, tetap saja praktik-praktik korupsi masih saja dilakukan oleh segelintir pejabat.
Jika kita melihat dunia fauna, secara alami harimau tidak akan memusnahkan rusa di hutan yang ada di dalam ekosistemnya.. Dari sekian ratus ekor kawanan rusa, hanya satu atau dua ekor saja yang diburu untuk dimangsa, dan itupun yang paling lemah bukan yang kuat larinya. Harimau tidak mau menghancurkan ekosistemnya sendiri. Pun harimau tidaklah memangsa harimau lainnya. Bila ada dua ekor harimau jantan bertarung, sifatnya hanya mengalahkan untuk memperebutkan pengaruh atau teritori tertentu, dan tidak membunuh lawannya.
Sekarang, perhatikanlah perilaku manusia. Tak ada abad tanpa peperangan antar manusia. Padahal manusia mengklaim dirinya makhluk beradab. Dalam kenyataannya, banyak sekali manusia yang biadab. Manusia satu memusnahkan manusia lainnya untuk memperturutkan hawa nafsunya. Bahkan tidak lama ini terdengar kasus terorisme di Mumbai, India, yang telah menewaskan 160 korban jiwa manusia, 15 diantaranya adalah warga Negara asing. Inilah zaman dimana terkikisnya nilai-nilai kemanusiaan dan moral. Inilah zaman dimana aksi terorisme mengatasnamakan Tuhan terjadi dimana-mana.
Selain itu, Inilah zaman penindasan seksual, pembodohan bagi kaum perempuan dimana hak-haknya telah dirampas hanya untuk kepentingan kaum kyai dalam berbisnis dengan mengatas namakan agama. Inilah kurban-kurban manusia di zaman modern. Bahkan inilah zaman dimana harga diri bangsa dikurbankan untuk kepentingan asing.
Sungguh, peringatan hari raya kurban ini tidak akan pernah sempurna dan menjadi sia-sia jika hanya dipahami dari sisi lahiriahnya. Pemaknaan kurban secara lahiriah hanya akan mempersempit semangat keberagamaan, karena kurban berupa binatang atau domba hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang mampu. Dan kebanyakan hanya dipahami sebatas formalitas saja. Tapi yang terpenting, kita semua harus mampu untuk membunuh sifat-sifat kebinatangan yang ada dalam diri kita, seperti rakus, tamak, ambisi yang tak terkendali, menindas, menyerang, meneror, tidak memiliki akal budi, tidak mengenal hukum dan norma-norma adab yang berlaku.
Allah tidak membutuhkan kurban apapun dari manusia, karena di sisi Allah semua itu kecil. Segala perintahNya semata-mata hanya untuk hamba-hamba yang dikasihiNya. Agar manusia kembali kepada fitrahnya sebagai insan kamil.
Wallahu a’lam.
Hari Nugroho
Mahasiswa Arsitektur Angkatan 2006
Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
(Q.S Ash-Shaffat [37]: 102)
Setiap tahun sekali kita telah memperingati Hari Raya Kurban, bahkan sudah beribu tahun umat Islam diberbagai belahan dunia telah merayakan Hari Raya Kurban. Tetapi, cobalah kita lihat sejenak, adakah dampak dari Hari Raya Kurban ini melekat di dalam hati setiap jiwa dari kita? Ataukah hanya sebatas rutinitas tahunan saja?
Sebagaimana ibadah haji, Hari Raya Kurban sangat erat kaitannya dengan dengan ajaran-ajaran yang dibawa oleh nabi Ibrahim a.s. Karena kesabaran dan keikhlasannya dalam menghadapi ujian hidup. Itulah juga mengapa beliau diangkat oleh Allah sebagai “kholilullah”, nabi kesayangan Allah. Umat dari tiga agama samawi yang bermukim di Yerusalem seperti; Islam, Nasrani dan Yahudi, kesemuanya mengakui keagungan akhlak beliau dan ajaran serta risalah yang dibawanya. Beliaulah bapak tiga agama monotheisme itu. Bahkan, konon di dalam kitab suci agama Hindu sosok nabi Ibrahim dikenal dengan sebutan nama Brahma. Begitu sentralnya peran nabi Ibrahim dalam mengemban misi ajaran agama tauhid yang begitu agung ini, sehingga kehadiran Rasulullah SAW di pentas bumi inipun tidak lain hanya untuk mengikuti, meneruskan serta memurnikan kembali ajaran dari nabi Ibrahim yang lurus (hanif).
Katakanlah: “Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar; agama Ibrahim yang lurus; dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik.” (Q.S Al-An’aam [6]: 161).
Beberapa pakar telah menduga bahwa “kurban” merupakan sebuah kebudayaan spiritual purba yang telah dikenal lama sejak zaman nenek moyang kita. Dari sederetan kisah sejarah para Nabi dan Rasul, kurban telah dikenal sejak masa peradaban putra Adam a.s. yang bernama Habil dan Qabil. Saat itu manusia telah mengenal kebudayaan bercocok tanam dan beternak. Dikisahkan dari berbagai kitab tafsir bahwa Habil adalah seorang peternak, sedangkan Qabil adalah seorang petani. Mereka membuat persembahan kurban dalam bentuk hasil pertanian dan peternakan. Habil mempersembahkan domba terbaik yang dimilikinya. Sedangkan Qabil mempersembahkan hasil pertanian yang kurang sempurna. Maka, Allah menerima persembahan dari Habil dan menolak persembahan dari Qabil. Dalam hal ini persembahan terbaik dan penuh keikhlasan itulah yang diterima oleh Allah.
Ceriterakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!” Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa.” (Q.S Al Maidah [5]: 27)
Dari sinilah dipetik sebuah pelajaran berharga bahwa sesuatu yang dikurbankan haruslah dalam bentuk yang sempurna, tidak cacat dan disertai keikhlasan. Anak cucu Adam sangat menyadari betapa pentingnya “kurban”, dan mulailah tradisi ini berkembang dari masa ke masa sehingga akhirnya bukan hanya binatang yang dipersembahkan, tetapi juga manusia. Dan juga bukan hanya kepada Allah persembahan itu dilakukan, tetapi juga kepada dewa-dewa yang dipertuhankan.
Sejarah menginformasikan bahwa penduduk suku Maya primitif di Meksiko yang menyembah dewa matahari mempersembahkan jantung dan darah manusia. Mereka berkeyakinan bahwa dewa tersebut terus-menerus bertempur melawan dewa gelap. Demi kesinambungan cahaya, bahkan demi hidup ini, sang dewa harus dibantu dengan darah dan jantung persembahan itu. Peradaban suku-suku Maya primitif di Meksiko tersebut telah difilmkan dengan sangat apik oleh Mel Gibson dengan judul Appocalypto.
Orang-orang Viking, bangsa pelaut yang mendiami Skandinavia, menyembah Odin sebagai dewa perang. Mereka mempersembahkan pemuka agama sebagai kurban untuk dipersembahkan. Kurban tersebut diikat, digantung pada sebuah pohon yang dianggap suci, kemudian ditikam dengan sebilah tombak, dengan tujuan menghapus dosa bagi mereka yang mempersembahkan kurban itu. Di Timur tengah, suku Kan’an yang bermukim di Irak, mengurbankan bayi untuk dewa Ba’al. Begitu juga di Mesir, penduduknya mempersembahkan gadis cantik untuk dewi sungai Nil
Nabi Ibrahim hidup pada abad ke 18 SM, suatu masa ketika terjadi berbagai penyimpangan-penyimpangan ajaran agama yang masih menjadikan manusia sebagai kurban bagi tuhan-tuhan mereka. Di masa inilah tradisi kurban kembali dimurnikan. Ketika Nabi Ibrahim a.s. diperintahkan oleh Allah melalui mimpinya untuk menyembelih putra tercintanya. Sebagai isyarat bahwa jiwa yang paling berharga di sisi seseorang bukanlah sesuatu yang berarti jika Tuhan meminta. Betapa berat ujian yang dihadapi Nabi Ibrahim ini. Keikhlasan disertai kesabaran akan pemenuhan permintaan Tuhan itulah jawabannya. Betapa keikhlasan disini bukanlah sesuatu yang hanya diteorikan semata. Karena tidak ada sesuatu yang bernilai tinggi jika dihadapkan dengan perintah Tuhan. Cinta kepada Allah harus selalu berada di atas segalanya. Inilah puncak ketauhidan sejati. Puncak keimanan hakiki. Sebagaimana apa yang telah dikatakan oleh Ismail yang ketika itu merupakan putra kandung pertama satu-satunya, perkataannya terhadap ayahnya ibrahim telah diabadikan di dalam Alqur’an,
“Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (Q.S Ash-Shaffat [37]: 102).
Tetapi, ini bukan berarti mempertahankan tradisi pengurbanan karena ketika pisau sudah mulai dihunjamkan dan digerakkan untuk menyembelih sang anak, Allah membatalkan dengan mengirim seekor domba sebgai penggantinya. Hal ini karena Tuhan sedemikian kasihnya kepada manusia sehingga kurban berupa manusia tidak diperkenankan. Melalui beliaulah kebiasaan mengorbankan manusia sebagai sesaji atau tumbal dibatalkan oleh Tuhan. Namun, Allah masih memperingatkan kepada kita akan tujuan yang dicapai dari kurban tersebut:
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. (Q.S Al Hajj [22]: 37).
Ketakwaan itu tercermin antara lain ketika sebagian daging kurban diberikan kepada mereka yang membutuhkan. Tidak memandang ras, suku, maupun agama yang berbeda. Karena niatnya harus tulus ikhlas mengharap ridha Allah, bukan niat yang lain-lain. Demikian juga karena rahmat kasih sayang Allah terpancar kepada setiap makhluknya. Baik yang beriman ataupun tidak, semuanya merasakan kasih sayangNya. Amatilah matahari, ketika memancarkan cahayanya, ia tidak membedakan satu makhluk dengan makhluk lainnya. Tidak seorang pun merasa kekurangan cahaya atau kehangatan betapapun besarnya keramaian.
Kurban disyariatkan guna mengingatkan kepada manusia bahwa jalan menuju kebahagiaan membutuhkan pengorbanan. Namun, yang dikurbankan bukanlah manusia, tetapi binatang jantan yang sehat, tidak cacat dan sempurna umurnya. Bukan pula nilai-nilai kemanusiaan yang dikorbankan, melainkan sifat-sifat kebinatangan yang melekat di dalam jiwa manusia itulah yang harus dibunuh. Inilah sekelumit makna lahir dan batin dari Hari Raya Kurban
Akan tetapi, saat ini kemurnian ibadah kurban telah terkikis oleh masa yang berkepanjangan. Terlebih lagi di era modern dewasa ini peristiwa kurban hanya sebatas dikenal sebagai ritual untuk menggugurkan kewajiban bagi orang kaya. Hanya formalitas saja, tidak bermakna lagi. Sebagian dari kita masih ada yang memahami peristiwa kurban baru dari segi lahiriahnya saja. Meskipun sudah berkurban setiap tahunnya, tetap saja praktik-praktik korupsi masih saja dilakukan oleh segelintir pejabat.
Jika kita melihat dunia fauna, secara alami harimau tidak akan memusnahkan rusa di hutan yang ada di dalam ekosistemnya.. Dari sekian ratus ekor kawanan rusa, hanya satu atau dua ekor saja yang diburu untuk dimangsa, dan itupun yang paling lemah bukan yang kuat larinya. Harimau tidak mau menghancurkan ekosistemnya sendiri. Pun harimau tidaklah memangsa harimau lainnya. Bila ada dua ekor harimau jantan bertarung, sifatnya hanya mengalahkan untuk memperebutkan pengaruh atau teritori tertentu, dan tidak membunuh lawannya.
Sekarang, perhatikanlah perilaku manusia. Tak ada abad tanpa peperangan antar manusia. Padahal manusia mengklaim dirinya makhluk beradab. Dalam kenyataannya, banyak sekali manusia yang biadab. Manusia satu memusnahkan manusia lainnya untuk memperturutkan hawa nafsunya. Bahkan tidak lama ini terdengar kasus terorisme di Mumbai, India, yang telah menewaskan 160 korban jiwa manusia, 15 diantaranya adalah warga Negara asing. Inilah zaman dimana terkikisnya nilai-nilai kemanusiaan dan moral. Inilah zaman dimana aksi terorisme mengatasnamakan Tuhan terjadi dimana-mana.
Selain itu, Inilah zaman penindasan seksual, pembodohan bagi kaum perempuan dimana hak-haknya telah dirampas hanya untuk kepentingan kaum kyai dalam berbisnis dengan mengatas namakan agama. Inilah kurban-kurban manusia di zaman modern. Bahkan inilah zaman dimana harga diri bangsa dikurbankan untuk kepentingan asing.
Sungguh, peringatan hari raya kurban ini tidak akan pernah sempurna dan menjadi sia-sia jika hanya dipahami dari sisi lahiriahnya. Pemaknaan kurban secara lahiriah hanya akan mempersempit semangat keberagamaan, karena kurban berupa binatang atau domba hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang mampu. Dan kebanyakan hanya dipahami sebatas formalitas saja. Tapi yang terpenting, kita semua harus mampu untuk membunuh sifat-sifat kebinatangan yang ada dalam diri kita, seperti rakus, tamak, ambisi yang tak terkendali, menindas, menyerang, meneror, tidak memiliki akal budi, tidak mengenal hukum dan norma-norma adab yang berlaku.
Allah tidak membutuhkan kurban apapun dari manusia, karena di sisi Allah semua itu kecil. Segala perintahNya semata-mata hanya untuk hamba-hamba yang dikasihiNya. Agar manusia kembali kepada fitrahnya sebagai insan kamil.
Wallahu a’lam.
Hari Nugroho
Mahasiswa Arsitektur Angkatan 2006
Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
Idul Adha- Hari Raya Qurban
Ustaz Sayed Hasan Alatas
http://www.shiar-islam.com
'IDUL ADHA disebut juga sebagai Hari Raya Korban ataupun Hari Raya Haji. Ramai ummat Islam yang mampu menyembelih korban untuk dibagi-bagikan kepada fakir miskin. Ramai juga ummat Islam yang mencukupi syarat, menunaikan Ibadah Haji ke Baitullahilharam. Semangat pengorbanan yang telah dibuktikan oleh Nabi Ibrahim a.s. dilanjutkan pula oleh ummat Islam untuk membantu mereka yang susah.
Jika sifat suka berkorban ini meresap ke jiwa seluruh ummat Islam Isya-Allah akan ujud ketenangan dan kedamainan dalam masyarakat dan akan dekatlah jurang yang memisahkan antara yang kaya dengan yang miskin, antara yang kuat dengan yang lemah, antara penguasa dengan rakyat biasa.
Mereka yang kaya mengorbankan sebahagian daripada hartanya untuk membantu mereka yang didalam kesusahan, seperti yang biasa dialami oleh fakir miskin, yatim piatu ataupun sesiapa yang memerlukan pertulungan. Mereka yang telah menerima bantuan sepatutnya mensyukurinya dan berusaha dengan sekuat tenaga tidak hanya bergantung kepada pemberian orang, Rasullah s.a.w.telah mengingatkan bahwa:
“Tangan diatas lebih baik daripada tangan dibawah".
Oleh karena itu perlulah kita bekerja keras untuk meningkatkan taraf kehidupan kita. Jika kita rajin berusaha, seperti mengolah (mengerjakan) tanah yang terbiar, menanam berbagai tanaman, memelihara hewan ternak, memilihara ikan dan sebagainya Insya-Allah disatu masa taraf kehidupan kita akan berubah kepada yang lebih baik.
Ibadah Haji ialah ibadah yang diwajibkan kepada mereka yang mampu mengerjakan sekali seumur hidup, Allah s.w.t.berfirman yang maksudnya:
"Dan serulah manusia untuk mengerjakan Haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengenderai unta yang kurus (disebabkan jauhnya berjalan) yang datang dari segenap penjuru yang jauh. Supaya mereka menyaksikan berbagai munafaat bagi mereka dan supaya mereka menyebutkan nama Allah pada hari yang ditentukan, karena rezeki yang Allah telah anugerahkan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan berilah makan orang yang sengsara dan fakir."(Qur'an. S.al-Hajj:27-28)
Sungguh besar menafaat yang akan diperoleh mereka yang mendapat kesempatan menunaikan ibadah haji, antaranya, Insya-Allah akan terjalin perasaan ukhuwah Islamiah sedunia, menanamkan rasa persamaan, mendidik rohani dan jasmani kita supaya tabah dan sabar menghadapi cobaan. Dapat melihat sendiri tempat tempat sejarah Nabi Ibrahim dan Ismail, tempat bersejarah ketika Rasulallah s.a.w. dan sahabat berjuang menegakkan kebenaran dan keadilan dan mengajak manusia kejalan yang benar jalan yang diredhai Allah s.w.t. yang terkandung dalam Islam.
Mereka yang datang menunaikan ibadah haji terdiri daripada berbagai bangsa yang datang dari segenap penjuru dunia, dengan demikian kita saling berkenalan dan dapat mempelajari adat manusia dari berbagai bangsa dan suku puak.
Berbagai kesukaran dari mula mempersiapkan perbelanjaan untuk yang pergi dan untuk yang ditinggalkan. Kesukaran dalam perjalanan, kesukaran menghadapi berbagai ragam manusia, kesukaran cuaca yang berbeda dari tempat asal kita, dan sebagainya, semua itu akan membentuk diri dan peribadi kita menjadi manusia yang sabar dan tabah menghadapi cubaan hidup.
Kita berdo'a kepada Allah s.w.t. semoga diampuninya segala dosa-dosa kita selama masa yang lalu, baik dosa yang mungkin kita telah lakukan terhadap diri ataupun terhadap mereka yang lemah. Kita mohon kepada Allah s.w.t. semoga diterimanya segala amal ibadah kita dan akhirnya kita akan memperoleh Husnul Khatimah, akhir yang baik dan dapatlah kehidupan kita diberkati dan diberikan ketenangan dan diselamatkan
http://www.shiar-islam.com
'IDUL ADHA disebut juga sebagai Hari Raya Korban ataupun Hari Raya Haji. Ramai ummat Islam yang mampu menyembelih korban untuk dibagi-bagikan kepada fakir miskin. Ramai juga ummat Islam yang mencukupi syarat, menunaikan Ibadah Haji ke Baitullahilharam. Semangat pengorbanan yang telah dibuktikan oleh Nabi Ibrahim a.s. dilanjutkan pula oleh ummat Islam untuk membantu mereka yang susah.
Jika sifat suka berkorban ini meresap ke jiwa seluruh ummat Islam Isya-Allah akan ujud ketenangan dan kedamainan dalam masyarakat dan akan dekatlah jurang yang memisahkan antara yang kaya dengan yang miskin, antara yang kuat dengan yang lemah, antara penguasa dengan rakyat biasa.
Mereka yang kaya mengorbankan sebahagian daripada hartanya untuk membantu mereka yang didalam kesusahan, seperti yang biasa dialami oleh fakir miskin, yatim piatu ataupun sesiapa yang memerlukan pertulungan. Mereka yang telah menerima bantuan sepatutnya mensyukurinya dan berusaha dengan sekuat tenaga tidak hanya bergantung kepada pemberian orang, Rasullah s.a.w.telah mengingatkan bahwa:
“Tangan diatas lebih baik daripada tangan dibawah".
Oleh karena itu perlulah kita bekerja keras untuk meningkatkan taraf kehidupan kita. Jika kita rajin berusaha, seperti mengolah (mengerjakan) tanah yang terbiar, menanam berbagai tanaman, memelihara hewan ternak, memilihara ikan dan sebagainya Insya-Allah disatu masa taraf kehidupan kita akan berubah kepada yang lebih baik.
Ibadah Haji ialah ibadah yang diwajibkan kepada mereka yang mampu mengerjakan sekali seumur hidup, Allah s.w.t.berfirman yang maksudnya:
"Dan serulah manusia untuk mengerjakan Haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengenderai unta yang kurus (disebabkan jauhnya berjalan) yang datang dari segenap penjuru yang jauh. Supaya mereka menyaksikan berbagai munafaat bagi mereka dan supaya mereka menyebutkan nama Allah pada hari yang ditentukan, karena rezeki yang Allah telah anugerahkan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan berilah makan orang yang sengsara dan fakir."(Qur'an. S.al-Hajj:27-28)
Sungguh besar menafaat yang akan diperoleh mereka yang mendapat kesempatan menunaikan ibadah haji, antaranya, Insya-Allah akan terjalin perasaan ukhuwah Islamiah sedunia, menanamkan rasa persamaan, mendidik rohani dan jasmani kita supaya tabah dan sabar menghadapi cobaan. Dapat melihat sendiri tempat tempat sejarah Nabi Ibrahim dan Ismail, tempat bersejarah ketika Rasulallah s.a.w. dan sahabat berjuang menegakkan kebenaran dan keadilan dan mengajak manusia kejalan yang benar jalan yang diredhai Allah s.w.t. yang terkandung dalam Islam.
Mereka yang datang menunaikan ibadah haji terdiri daripada berbagai bangsa yang datang dari segenap penjuru dunia, dengan demikian kita saling berkenalan dan dapat mempelajari adat manusia dari berbagai bangsa dan suku puak.
Berbagai kesukaran dari mula mempersiapkan perbelanjaan untuk yang pergi dan untuk yang ditinggalkan. Kesukaran dalam perjalanan, kesukaran menghadapi berbagai ragam manusia, kesukaran cuaca yang berbeda dari tempat asal kita, dan sebagainya, semua itu akan membentuk diri dan peribadi kita menjadi manusia yang sabar dan tabah menghadapi cubaan hidup.
Kita berdo'a kepada Allah s.w.t. semoga diampuninya segala dosa-dosa kita selama masa yang lalu, baik dosa yang mungkin kita telah lakukan terhadap diri ataupun terhadap mereka yang lemah. Kita mohon kepada Allah s.w.t. semoga diterimanya segala amal ibadah kita dan akhirnya kita akan memperoleh Husnul Khatimah, akhir yang baik dan dapatlah kehidupan kita diberkati dan diberikan ketenangan dan diselamatkan
Langganan:
Postingan (Atom)